Selasa, 03 Agustus 2010

Latar Belakang Apra


Pada bulan November ‘49, dinas rahasia militer Belanda menerima kabar, bahwa Westerling telah mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar 500rbu orang. Kabar yang diterima komandan Polisi Belanda J.M. Verburgh pada 08 Desember ‘49 menyebutkan bahwa nama organisasi bentukan Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan Indonesia" (RAPI) dan memiliki satuan angkatan bersenjata yang dinamakan “Angkatan Perang Ratu Adil” (APRA). Pengikutnya kebanyakan adalah mantan KNIL dan yang melakukan desersi dari pasukan khusus lainnya. Dia juga mendapat bantuan dari temannya orang Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya sejak berada di indonesia.
Pada 5 Des malam, sekitar pukul 8 wib. Westerling menghubungi letjent Buurman van Vreeden, Panglima Belanda, pengganti Letjent Spoor. Westerling menanyakan bagaimana pendapat van Vreeden, apabila setelah penyerahan kedaulatan Westerling berencana melakukan kudeta terhadap Sukarno dan para pejuang lainnya. Van Vreeden memang telah mendengar berbagai kabar, antara lain ada kelompok-kelompok militer yang akan mengganggu jalannya penyerahan kedaulatan.
Jenderal van Vreeden, sebagai yang harus bertanggung-jawab atas kelancaran "penyerahan kedaulatan" pada 27 Des ‘49, memperingatkan Westerling agar tidak melakukan tindakan tersebut, tapi van Vreeden tidak segera memerintahkan penangkapan Westerling. ltu merupakan awal terjadinya atau latar terjadinya perberontakan apra dan hal yang berhubungan dengan itu.

Minggu, 25 Juli 2010

Pada 8 Desember 1947 sampai 17 Januari 1948 pihak Republik Indonesia dan pendudukan Belanda melakukan perundingan yang dikenal sebagai Perundingan Renville. Hasil kesepakatan perundingan Renville dianggap menguntungkan posisi Belanda. Sebaliknya,RI menjadi pihak yang dirugikan dengan semakin sempit wilayah yang dimiliki.Oleh karena itu, kabinet Amir Syarifuddin diaggap merugikan bangsa, kabinet tersebut dijatuhkan pada 23 Januari 1948. Ia terpaksa menyerahkan mandatnya kepada presiden dan digantikan kabinet Hatta.
Selanjutnya Amir Syarifuddin membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada 28 Juni 1948. Kelompok politik ini berusaha menempatkan diri sebagai oposisi terhadap pemerintahan dibawah kabinet Hatta. FDR bergabung dengan Partai Komunis Indonesia (PKI) merencanakan suatu perebutan kekuasaan.
Beberapa aksi yang dijalankan kelompok ini diantaranya dengan melancarkan propaganda antipemerintah, mengadakan demonstrasi-demonstrasi, pemogokan, menculik dan membunuh lawan-lawan politik, serta menggerakkan kerusuhan dibeberapa tempat.
Sejalan dengan peristiwa itu, datanglah Muso seorang tokoh komunis yang sejak lama berada di Moskow, Uni Soviet. Ia menggabungkan diri dengan Amir Syarifuddin untuk menentang pemerintah, bahkan ia berhasil mengambil alih pucuk pimpinan PKI. Setelah itu, ia dan kawan-kawannya meningkatkan aksi teror, mengadu domba kesatuan-kesatuan TNI dan menjelek-jelekan kepemimpinan Soekarno-Hatta. Puncak aksi PKI adalah pemberotakan terhadap RI pada 18 September 1948 di Madiun, Jawa Timur.T ujuan pemberontakan itu adalah meruntuhkan negara RI dan menggantinya dengan negara komunis. Dalam aksi ini beberapa pejabat, perwira TNI, pimpinan partai, alim ulama dan rakyat yang dianggap musuh dibunuh dengan kejam. Tindakan kekejaman ini membuat rakyat marah dan mengutuk PKI. Tokoh-tokoh pejuang dan pasukan TNI memang sedang menghadapi Belanda, tetapi pemerintah RI mampu bertindak cepat. Panglima Besar Soedirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan pemberontakan PKI. Pada 30 September 1948, Madiun dapat diduduki kembali oleh TNI dan polisi. Dalam operasi ini Muso berhasil ditembak mati sedangkan Amir Syarifuddin dan tokoh-tokoh lainnya ditangkap dan dijatuhi hukuman mati.

Senin, 19 Juli 2010

Peristiwa Madiun adalah sebuah konflik kekerasan yang terjadi di Jawa Timur bulan September – Desember 1948 antara pemberontak komunis PKI dan TNI. Peristiwa ini diawali dengan diproklamasikannya Republik Soviet Indonesia pada tanggal 18 September 1948 di Madiun oleh Muso, seorang tokoh Partai Komunis Indonesia dengan didukung pula oleh Menteri Pertahanan saat itu, Amir Sjarifoeddin.
Pada saat itu hingga era Orde Lama peristiwa ini dinamakan Peristiwa Madiun, dan tidak pernah disebut sebagai pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI). Baru di era Orde Baru peristiwa ini mulai dinamakan Pemberontakan PKI Madiun.
Bersamaan dengan itu terjadi penculikan tokoh-tokoh masyarakat yang ada di Madiun yang tidak baik itu tokoh sipil maupun militer di pemerintahan ataupun tokoh-tokoh masyarakat dan agama.
Masih ada kontroversi mengenai peristiwa ini. Sejumlah pihak merasa tuduhan bahwa PKI yang mendalangi peristiwa ini sebetulnya adalah rekayasa pemerintah Orde Baru (dan sebagian pelaku Orde Lama.